Dulu tidak ada bayangan sama sekali untuk bisa jadi seorang pramugari. Tujuan utamaku dulu saat SMA adalah kuliah. Ya kuliah. Tapi sebuah brosur di ruang BK yang berisi tentang pendidikan satu tahun untuk Pramugari dan Staf Airline membelokkan tujuan utamaku: kuliah.
Sebelum masuk Avia Nusantara, aku sempat down karena beberapa kali gagal masuk sekolah pendidikan Pramugari karena tinggiku memang kurang di bawah standar. Tapi entah mengapa Avia Nusantara memberiku kesempatan untuk memperbaiki bahasa inggrisku (intermezzo: saat interview bahasa Inggris aku ditanya bahasa inggrisnya Pramugari dan aku tak tahu sama sekali, parah) dan mengenai tinggiku mereka bilang aku masih ada peluang untuk bisa jadi Pramugari dengan cara memperkuat bahasa Inggrisku untuk menutupi kelemahan tinggiku. Dengan kesempatan dari Avia Nusantara, aku bertekad untuk bisa memperlancar bahasa inggrisku dengan menempuh private khusus. Dan akhirnya aku bisa speaking English setelah beberapa bulan.
Di Avia Nusantara, aku banyak belajar mengenai dunia Aviasi dan Customer Service Excellent. Selain itu, kami ditekankan untuk bisa memperkuat mental dan kemampuan berkomunikasi di sesi Motivation Training Achievement dan Communication Skill. Dari situ aku mulai percaya diri dan sedikit demi sedikit memperkuat mentalku agar tidak mudah patah semangat . Semua itu berguna saat ujian bertubi-tubi itu datang, ujian yang kumaksud adalah “ujian itu” saat dimana satu per satu dari kawan kami dikelas mulai lolos perekrutan. Perekrutan kedua adalah perekrutan yang paling menyisakan perih, bagaimana tidak kawan-kawan terbaikku lolos semua, hanya aku yang tertinggal. Hanya aku. Perasaan gagal dan tertinggal mengganggu mentalku. Aku pun terus melangkah dengan rasa pahit yang terus menyelimuti.
Tak terasa akhir tahun perkuliahan semakin dekat dan aku masih mendekam di asrama kampus. Motiviation Training Achievement benar-benar sangat berguna pada saat itu. Aku tetap mengikuti kelas modelling walaupun hanya ada beberapa mahasiswa di kelas bahkan bisa dihitung dengan lima jari. Semakin lama, kabar itu mengusik kesabaranku “2 teman lolos tahap 2 di maskapai ini, 3 teman baru saja medical check up di maskapai itu, si itu sudah ground training di maskapai dan si ini bla-bla”.
Saat kampus mulai sepi, aku hampir saja menyerah dengan keadaan. Sudah empat kali aku menjalani perekrutan, dan empat kali pula gagal. Dengan support dari orang tua dan akademik yang percaya bahwa aku pasti punya jalan lain, di situlah aku mulai bangkit. Berangkatlah aku keJakarta untuk tes seleksi maskapai, tapi baru saja sampai Jakarta akademikmemintaku untuk balik lagi untuk mengikuti tes perekrutan di Yogyakarta. Awalnya aku menolak tapi akademik terus saja membujuk. Aku masih ingat bagaimana bujuk akademik kala itu “Ratih, siapa tahu jalanmu di sini.”
Dahulu saat New Year, aku hanya bisa menikmati fireworks sendirian di asrama kampus Avia Nusantara tertinggal kawan-kawan yang mulai terbang. Saat itu aku bertekad “Nanti aku ingin melihat fireworks dari Langit”. Alhamdulillah, kini aku sudah bisa terbang di langit bersama Mandala Tiger. Ternyata inilah jalanku di sini seperti kata akademik. Kalau saat itu aku menyerah maka benar-benarlah selesai sudah.Tapi aku maju walaupun dengan kepahitan, dan akhirnya aku bertemu jalanku. Dan apabila saat itu Avia Nusantara tak memberiku kesempatan seperti lembaga lain,aku tak yakin saat ini aku bisa seperti ini. Aku pun sekarang bisa menghargai pekerjaankkarena aku tahu betapa susahnya aku bisa sampai ke tempat ini. Terimakasih untuk kegagalanku dan untuk Avia Nusantara yang sudah memberiku kesempatan.
Tinggalkan Balasan